Selasa, 24 November 2009

Sayap-sayap Muslim, Keseimbangan Menuju Aktualisasi Islam

Sayap-sayap Muslim, Keseimbangan Menuju Aktualisasi Islam
Sebuah Refleksi Awal dari Rajab ke Sya’ban Menuju Ramadhan

Benarkah manusia itu bersayap? Istilah pada judul tersebut hanyalah metafora saja. Namun bila dibandingkan dengan kupu-kupu, sayap merupakan hasil Metamorfosis. Nah, dalam diri manusia pun puasa dianggap sebagai proses purifikasi total yang mirip metamorfosis. Dari proses “mbrongsongi” lalu menjadi kepompong dan lahirlah sayap bagi ulat yang semula hina berubah menjadi kupu-kupu nan indah. Giliran pada manusia, bagaimana bentuk sayapnya dan adakah manfaat mbrongsongi” (metamorphosis) itu?

Teringat dengan kata-kata Cak Nun di salah satu tulisan “makan itu fungsinya untuk tidak makan” katanya. Maka, saya menyimpulkan puasa itu pula fungsinya untuk tidak puasa. Maksudnya, puasa akan berguna di saat tidak puasa. Begitu pula shalat berfungsi untuk saat tidak dalam posisi shalat, sebagaimana juga zakat berguna untuk sinergi berikutnya.

Jika puasa dimaknai sebagai proses “mbrongsongi” (metamorfosis) seperti ulat, maka tentu saja setelah masa puasa itu berlalu, si ulat telah lahir menjadi individu baru: kupu-kupu bersayap dan berwarna indah. Sayapnya berguna untuk menyebarkan benih-benih kehidupan bagi kembang-kembang yang tengah berbunga.
Berkat sayapnya itulah bunga-bunga berubah menjadi buah dan buah-buahan ini bisa dipetik dan dimakan oleh manusia dan hewan. Terjadilah keseimbangan proses energisasi dengan sinergi yang terus-menerus.

Sayap dalam Hadits dan Al Qur’an
Ulat itu bersayap. Malaikat pun digambarkan bersayap seperti dalam al quran dan hadits. Dalam paham Injil, malaikat dilambangkan dengan bocah cilik yang bersayap. Saya melihat gambar ini biasanya terpahat di nisan kuburan unit Kristen.

Ruzain bin Hubaisyin berkata: Ibnu Mas’ud menceritakan kepadaku: Bahwa Nabi s.a.w telah melihat Jibril a.s mempunyai enam ratus sayap. (Al bayan 107 hadits Riwayat Bukhari Muslim)
Diriwayatkan daripada Abu Hurairah r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Sesungguhnya Allah s.w.t Yang Maha Memberkati lagi Maha Tinggi memiliki para Malaikat yang mempunyai kelebihan yang diberikan oleh Allah s.w.t. Para Malaikat selalu mengelilingi bumi. Para Malaikat sentiasa memerhati majlis-majlis zikir. Apabila mereka dapati ada satu majlis yang dipenuhi dengan zikir, mereka turut mengikuti majlis tersebut di mana mereka akan melingkunginya dengan sayap-sayap mereka sehinggalah memenuhi ruangan antara orang yang menghadiri majlis zikir tersebut dan langit. (Al Bayan 1573, HR. Bukhari Muslim dll.)

Sayap dalam Al Quran
Allah SWT berfirman:
Segala puji bagi Allah Pencipta langit dan bumi, Yang menjadikan malaikat sebagai utusan-utusan (untuk mengurus berbagai macam urusan) yang mempunyai sayap, masing-masing (ada yang) dua, tiga dan empat. Allah menambahkan pada ciptaan-Nya apa yang dikehendaki-Nya. Sesungguhnya Allah Maha Kuasa atas segala sesuatu. (QS. Fatir: 1)

Sayap bagi Manusia
 Sayap berfungsi untuk terbang, karenanya, mesti memiliki keseimbangan. Kapal terbang bersayap karena ia terbang. Pada sayapnya terdapat mesin. Mesin ini mesti seimbang perputarannya antara sayap kanan dan kiri. Demikian juga manusia harus memiliki “sayap” yang seimbang karena hakekatnya manusia itu terus-menerus bergerak melanglang buana. Al harokah barokah, kata pepatah arab: Bergerak itu adalah keberkahan (kebaikan) bagi manusia. Manusia yang tidak bergerak ya tentu tidak bisa terbang, kalaupun bisa, istilahnya klepek-klepek (kurang sempurna)

Tentu saja sayap yang dimaksud adalah sesuatu yang bisa berguna dan menjadi penyeimbang kehidupan. Ada banyak hal yang berkaitan dan semakna dengan sayap yang harus dimiliki manusia:

1. Keseimbangan antara fikir dan dzikir
Manusia yang “bersayap” akan mampu terbang dan bisa melanglang buana antara alam fikir dan alam dzikir. Tentu saja untuk bisa seimbang antara dua pola ini, ia membutuhkan sayap. Jika kanan-kiri ini tidak seimbang maka sebagaimana layang-layang akan miring sebelah, kapalpun akan jatuh. Juga si layang-layang tidak bisa terbang .

Orang yang berpatokan pada rasio semata tentu akan kewalahan saat menghadapi hal-hal irasional. Bagaimana mungkin mau mengeluarkan zakat yang tidak mendatangkan keuntungan materi. Begitu juga shalat, menghabiskan waktu saja. Apalagi puasa, dianggap hal bodoh karena hanya melemahkan produktivitas.

2. Keseimbangan antara Kerja dan Ibadah
Ibadah melulu dalam agama kurang disukai. Apalagi kerja melulu. Nabi saw pernah menegur seorang pemuda yang diam saja di masjid tapi tidak bekerja. Karya dalam sebuah kehidupan mesti terus digenjot untuk menghasilkan nilai produktivitas yang menghasilkan karya bermacam-macam dan bermanfaat bagi kehidupan.

Sementara Ibadah (shalat), menurut salah satu puisi Cak Nun, merupakan penyatuan dari segenap karya-karya itu. Maka di sini berarti, orang yang memiliki sayap antara kerja dan ibadah akan merasa seimbang dalam pengembaraan hidupnya. Mirip burung elang yang terbang indah di angkasa. Bayangkan! Bias-bisa elang itu akan stress jika sayapnya berat sebelah. Silahkan diteliti orang-orang yang stress dalam hidup, pasti “sayapnya” ada yang terluka di salah satunya.

Masalah Indonesia, "orang pinter" persoalannya ada pada kebodohan dan kemiskinan. Maka niscaya sekali sayap antara kerja dan Ibadah ini harus dipakai bangsa ini. Maka jangan tersinggung jika bangsa kita tidak memiliki keseimbangan sayap sehingga terbangnya jungkir balik. Si miskin yang cinta harta, tidak bisa terbang karena sayap ibadahnya rusak. Sementara pada si kaya terbangnya hanya miring ke kiri saja misalnya karena hanya memiliki orientasi keuntungan semata.

3. Keseimbangan Pola Pikir Manfaat &  Bahaya
Orang yang memiliki daya keseimbangan antara manfaat dan madorot dalam pola pikirnya saya kira akan terbantu sekali dalam setiap sikap dan prilakuknya: Hati-hati, tidak ceroboh dan berorientasi manfaat. Sayap ini tentu akan terasa sekali terlihat bagi orang-orang yang berfikir dalam.

Dale Carnagie dalam salah satu bukunya menyebutkan istilah AMBAK (apa manfaat bagiku) sebagai patokan berprilaku dan bertindak. Itu adalah sebuah pola pikir yang berorientasi pada manfaat. Jika “sayap” ini terjaga, niscaya orientasi manfaatlah yang selalu diusung oleh si individu “bersayap” manis ini.

4. Keseimbangan Hukum - Hakim
Logo timbangan digunakan oleh lembaga peradilan. Filosofinya sama, harus seimbang. Ini berarti hukum, hakim dan insan peradilan harus memiliki sayap yang seimbang. Karenanya, keadilan jangan hanya pada yang berduit saja. Jika kepada yang berduit ia bisa terbang, dan kepada si papa, sayapnya tidak bisa terbang, ini sangat ironis!

Jika hakim tidak bersayap seimbang, maka bukan lembaga peradilan namanya, tetapi lembaga pembela kesalahan. Indonesia sejatinya membutuhkan para hakim yang bersayap bagus untuk bisa terbang seimbang. Bisa ditonton oleh para penikmatnya.

5. Keseimbangan Dunia Akherat
Lebih spesifik adalah orang yang beragama berorientasi pada dunia akhirat. Sebab kata Nabi saw: Addunya mazroatul akhirah, dunia adalah sawahnya akherat. Percaya pada akherat (the day after) adalah rukun iman yang kelima. Maka jika tidak percaya pada hari tersebut, sangat dikhawatirkan seorang individu tidak bisa terbang ke akhirat. Sebab hanya memiliki sayap bermerek dunia saja, ia hanya bisa terbang melanglang buana di negeri dunia.

Dalam beberapa hadits yang mengajarkan sikap pluralitas bisa ditemui misalnya:
Diriwayatkan daripada Abu Syuraih al-Khuza’iy r.a katanya: Nabi s.a.w bersabda: Sesiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, maka hendaklah dia berbuat baik kepada tetangganya. Sesiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, maka hendaklah dia memuliakan para tetamunya. Sesiapa yang beriman kepada Allah dan Hari Akhirat, maka hendaklah dia bercakap hanya perkara yang baik atau diam. (HR. Bukhari Muslim. Al Bayan: 31)

Menurut Istrinya, Rasulullah saw paling sering berdoa dengan ungkapan : “Robbanaa aatinaa fiddunya hasanah wa fil aakhiratii hasanah waqinaa adzaabannaar” “Ya Allah berikanlah kebaikan di dunia dan kebaikan di akhirat“

Praktek puasa hanya sebulan, tapi manfaatnya adalah untuk 11 bulan kedepan (bukan bulan puasa). Jika saja 11 bulan tidak bersinergi, tentu ada sesuatu pada sayap yang telah dihasilkan dari proses metamorfosenya. Ramadhan akan datang. Meski tinggal 1 bulan, bukankah seorang Muslim sejati akan merindukan bulan paling dimuliakan dari jauh-jauh hari?

Seorang Muslim akan terbang dengan penuh percaya diri jika sayapnya indah, kuat, seimbang, dan terbentang kokoh. Dari uraian di atas, masih banyak lagi sisi-sisi keseimbangan (sayap) yang berguna dalam menegakkan kalimah Al Islam Ya’lu walaa yu’la ‘alaih (Islam agama yang paling diatas, dan tak ada lagi yang berada di atasnya). Tapi jangan terlena, bukankah umumnya Islam mahjubun (terhalang) oleh (oknum) muslimnya sendiri? Saya dan anda bisa menambahkan lagi lebih banyak sisi untuk kebaikan dan kesejahteraan bumi dan alam ini. Bagaimana menurut Anda? Wallahu a’lam. KHA

Tidak ada komentar:

Posting Komentar