Sobat QK yang dirahmati Allah, kali ini redaksi sedikit membahas masalah aurat, topik yang banyak melahirkan bermacam-macam hukum bila dikaitkan dengan banyak kejadian.
Berikut ini pendapat Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah dan sedikit wawasan yakni mengenai pendapat dari pihak Ulama Syiah Imamiyah mengenai beberapa poin dalam masalah aurat:
Berikut ini pendapat Ulama Ahlussunnah Wal Jamaah dan sedikit wawasan yakni mengenai pendapat dari pihak Ulama Syiah Imamiyah mengenai beberapa poin dalam masalah aurat:
1.Melihat Dirinya Sendiri
Ulama berbeda pendapat mengenai tutup aurat untuk dirinya sendiri. Yaitu: apakah ia diharamkan membuka auratnya ketika sendirian dan aman dari penglihatan orang lain?
Madzhab Imam Hanafi dan Hanbali: Orang yang sudah mukallaf tidak diperbolehkan membuka auratnya kepada siapapun begitu pula dirinya sendiri kecuali karena darurat baik kalau mau mandi, buang air besar, atau mau mandi.
Madzhab Imam Maliki dan Syafi’i: Tidak haram, hanya saja makruh, kecuali kalau darurat.
Syiah Imamiyah: Tidak diharamkan dan tidak makruh jika tidak ada yang melihat.
2.Aurat wanita di hadapan muhrimnya baik karena hubungan darah maupun family dekat
Ulama madzhab berbeda pendapat mengenai bagian anggota badan wanita yang wajib ditutupi dari pandangan muhrimnya yang lelaki selain suaminya dan dari yang sejenis (wanita) yang muslimah. Penjelasan pada surat AnNur ayat 31, yang dimaksud dengan “istri-istri mukmin” ditafsirkan sebagai adanya larangan wanita muslimah menampakkan auratnya kepada wanita non Muslimah. Pendapat ini dipegang oleh Madzhab Maliki, Syafi’I, dan Hanafi, sedangkan Imamiyah dan Hanbali tidak menyatakan keharaman dalam larangan tersebut, baik wanita Muslim ataupun tidak, dimakruhkan menunjukkan auratnya (si wanita) di hadapan wanita lain.
Madzhab Imam Hanafi dan Syafi’i: Dalam keadaan seperti itu hanya diwajibkan menutupi antara pusar dan lutut.
Madzhab Imam Maliki dan Hambali: Bila di hadapan yang sejenis wajib menutupi antar pusar dan lutut, sedangkan kalau dihadapan muhrimnya yang lelaki adalah semua badannya kecuali bagian yang ujung-ujungnya seperti kepala dan dua tangan.
Sebagian besar Imamiyah: Bila di hadapan wanita (yang sejenis) dan dihadapan muhrimnya yang lelaki yang menutupi dua kemaluannya, tapi bila menutupi selain keduanya adalah lebih utama kecuali kalau takut timbul fitnah.
Ulama madzhab berbeda pendapat mengenai bagian anggota badan wanita yang wajib ditutupi dari pandangan muhrimnya yang lelaki selain suaminya dan dari yang sejenis (wanita) yang muslimah. Penjelasan pada surat AnNur ayat 31, yang dimaksud dengan “istri-istri mukmin” ditafsirkan sebagai adanya larangan wanita muslimah menampakkan auratnya kepada wanita non Muslimah. Pendapat ini dipegang oleh Madzhab Maliki, Syafi’I, dan Hanafi, sedangkan Imamiyah dan Hanbali tidak menyatakan keharaman dalam larangan tersebut, baik wanita Muslim ataupun tidak, dimakruhkan menunjukkan auratnya (si wanita) di hadapan wanita lain.
Madzhab Imam Hanafi dan Syafi’i: Dalam keadaan seperti itu hanya diwajibkan menutupi antara pusar dan lutut.
Madzhab Imam Maliki dan Hambali: Bila di hadapan yang sejenis wajib menutupi antar pusar dan lutut, sedangkan kalau dihadapan muhrimnya yang lelaki adalah semua badannya kecuali bagian yang ujung-ujungnya seperti kepala dan dua tangan.
Sebagian besar Imamiyah: Bila di hadapan wanita (yang sejenis) dan dihadapan muhrimnya yang lelaki yang menutupi dua kemaluannya, tapi bila menutupi selain keduanya adalah lebih utama kecuali kalau takut timbul fitnah.
3.Aurat Wanita di hadapan lelaki bukan Muhrim
Tentang bagian anggota badan wanita yang wajib ditutupi di hadapan lelaki lain. Ulama madzhab sepakat bahwa semua badannya adalah aurat selain muka dan kedua telapak tangannya, berdasarkan firman Allah dalam surat AnNur: 31:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya…”.
Yang dimaksud dengan khimar itu tutup kepala, bukan penutup muka, dan yang dimaksud dengan jaib adalah dada.
Surat Al-Ahzab ayat 59 menyebutkan: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Maka yang dimaksud pada ayat diatas bukanlah penutup wajah melainkan baju dan kain.
Tentang bagian anggota badan wanita yang wajib ditutupi di hadapan lelaki lain. Ulama madzhab sepakat bahwa semua badannya adalah aurat selain muka dan kedua telapak tangannya, berdasarkan firman Allah dalam surat AnNur: 31:
“Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya…”.
Yang dimaksud dengan khimar itu tutup kepala, bukan penutup muka, dan yang dimaksud dengan jaib adalah dada.
Surat Al-Ahzab ayat 59 menyebutkan: “Hai Nabi, Katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh tubuh mereka". yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka tidak di ganggu. dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.”
Maka yang dimaksud pada ayat diatas bukanlah penutup wajah melainkan baju dan kain.
4.Aurat Lelaki
Ulama Madzhab berbeda pendapat tentang batas aurat lelaki, bagi yang melihat maupun yang dilihat. Maksudnya bagian badannya yang wajib ditutupi, dan yang wajib ditutupi untuk tidak dilihat matanya sendiri.
Hanafi dan hambali: Bagi orang lelaki wajib menutupi antara pusar dan lutut selain di hadapan istrinya dan anggota badan yang lain boleh dilihat, baik sesame jenis maupun yang tidak sejenis (lelaki dan wanita) baik muhrim maupun yang bukan muhrim supaya aman dari timbulnya fitnah.
Maliki dan Syafi’i: aurat lelaki ada dua. Pertama kalau dihadapan lelaki dan muhrimnya yang wanita. Kedua di hadapan wanita-wanita lainnya. Keadaan yang pertama, ia hanya wajib menutupi antara pusar danlutut saja. Keadaan yang kedua, semua badan lelaki adalah aurat dan haram dilihat wanita bukan muhrimnya. Hanya Maliki yang mengecualikan, yaitu ujung-ujung anggota badan ketika aman dari rasa nikmat. Tetapi syafi’I justru mengharamkannya secara mutlak untuk dilihat.
Imamiyah: membedakan antara yangwajib ditutupi bagi orang yang melihat dan yang wajib ditutupi bagi orang yang dilihat. Mereka berpendapat: Bagi lelaki tidak wajib ditutupi kecuali kedua kemaluannya, tetapi bagi wanita-wanita yang lainnya (bukan muhrim) diwajibkan menahan pandangannya selain muka dan kedua telapak tangannya. Ringkasnya bahwa seseorang lelaki boleh melihat badan lelakilain, juga boleh melihat badan wanita yang dari muhrimnya selain kedua kemaluannya tanpa ragu-ragu. Wanita juga boleh melihat badan wanita yang lain, atau boleh melihat lelaku yang merupakan muhrimnya selain kedua kemaluannya tanpa ragu-ragu.
Ulama Madzhab berbeda pendapat tentang batas aurat lelaki, bagi yang melihat maupun yang dilihat. Maksudnya bagian badannya yang wajib ditutupi, dan yang wajib ditutupi untuk tidak dilihat matanya sendiri.
Hanafi dan hambali: Bagi orang lelaki wajib menutupi antara pusar dan lutut selain di hadapan istrinya dan anggota badan yang lain boleh dilihat, baik sesame jenis maupun yang tidak sejenis (lelaki dan wanita) baik muhrim maupun yang bukan muhrim supaya aman dari timbulnya fitnah.
Maliki dan Syafi’i: aurat lelaki ada dua. Pertama kalau dihadapan lelaki dan muhrimnya yang wanita. Kedua di hadapan wanita-wanita lainnya. Keadaan yang pertama, ia hanya wajib menutupi antara pusar danlutut saja. Keadaan yang kedua, semua badan lelaki adalah aurat dan haram dilihat wanita bukan muhrimnya. Hanya Maliki yang mengecualikan, yaitu ujung-ujung anggota badan ketika aman dari rasa nikmat. Tetapi syafi’I justru mengharamkannya secara mutlak untuk dilihat.
Imamiyah: membedakan antara yangwajib ditutupi bagi orang yang melihat dan yang wajib ditutupi bagi orang yang dilihat. Mereka berpendapat: Bagi lelaki tidak wajib ditutupi kecuali kedua kemaluannya, tetapi bagi wanita-wanita yang lainnya (bukan muhrim) diwajibkan menahan pandangannya selain muka dan kedua telapak tangannya. Ringkasnya bahwa seseorang lelaki boleh melihat badan lelakilain, juga boleh melihat badan wanita yang dari muhrimnya selain kedua kemaluannya tanpa ragu-ragu. Wanita juga boleh melihat badan wanita yang lain, atau boleh melihat lelaku yang merupakan muhrimnya selain kedua kemaluannya tanpa ragu-ragu.
5.Aurat Anak-anak
Hambali: Tidak ada batas aurat bagi anak kecil yang belum berumur tujuh tahun. Maka boleh menyentuh semua badannya dan juga melihatnya. Jika berumur lebih dari itu danbelum sampai umur Sembilan tahun, maka auratnya adalah kedua kemaluannya untuk laki-laki dan semua badan di hadapan orang lain untuk yang perempuan .
Hanafi: Tidak ada batas aurat bagi yang berumur empat tahun atau kurang, tapi kalau lebih dari empat tahun maka auratnya adalah dua kemaluan (qubul-dubur) selama masih memiliki hasrat sex yang kuat. Kalau ia telah sampai batas punya syahwat, maka hukumnya disamakan dengan orang baligh, baik laki-laki maupun perempuan.
Maliki: Bagi Wanita diperbolehkan melihat dan menyentuh anak-anak sampai berumur delapan tahun, bila berumur dua belas tahun ia boleh melihat tapi tidak boleh menyentuhnya. Bila lebih dari itu, maka hukumnya sama dengan hukum orang lelaki. Bagi Laki-laki, diperbolehkan menyentuh dan melihat anak kecil wanita yang berumur dua tahun delapan bulan, dan bila berumur empat tahun hanya boleh melihatnya, tapi tidak boleh menyentuhnya.
Syafi’i: Aurat anakl lelaki yang sudah pubertas sama dengan batas aurat oorang yang sudah baligh. Jika sudah pubertas tapi belum bisa membedakan sifatnya, maka tidak ada batas auratnya. Tapi kalau sudah bisa membedakan dengan syahwatnya maka sama dengan baligh. Sedangkan anak wanita yang belum pubertas kalau ia telah punya syahwat, maka ia sama dengan wanita baligh. Bila tidak, haram dilihat farjinya bagi orang yang tidak bertugas mendidiknya.
Imamiyah: Anak lelaki yang mudah mumayyiz () yang sudah dapat membedakan bentuk yang dilihatnya, wajib menutupi auratnya, tapi bila ia belum pandai, ia tidak wajib menutupi auratnya. Ini kalau dikembalikan kepada konteks wajibnya menutupi aurat, sedangkan bolehnya meolihat auratnya, maka Syaikh Ja’far dalam bukunya Al_Ghita menjelaskan : tidak wajib menahan mata untuk melihat aurat orang yang belum berumur lima tahun, tetapi kalau melihatnya dengan syahwat tidak boleh secara mutlak.
Hambali: Tidak ada batas aurat bagi anak kecil yang belum berumur tujuh tahun. Maka boleh menyentuh semua badannya dan juga melihatnya. Jika berumur lebih dari itu danbelum sampai umur Sembilan tahun, maka auratnya adalah kedua kemaluannya untuk laki-laki dan semua badan di hadapan orang lain untuk yang perempuan .
Hanafi: Tidak ada batas aurat bagi yang berumur empat tahun atau kurang, tapi kalau lebih dari empat tahun maka auratnya adalah dua kemaluan (qubul-dubur) selama masih memiliki hasrat sex yang kuat. Kalau ia telah sampai batas punya syahwat, maka hukumnya disamakan dengan orang baligh, baik laki-laki maupun perempuan.
Maliki: Bagi Wanita diperbolehkan melihat dan menyentuh anak-anak sampai berumur delapan tahun, bila berumur dua belas tahun ia boleh melihat tapi tidak boleh menyentuhnya. Bila lebih dari itu, maka hukumnya sama dengan hukum orang lelaki. Bagi Laki-laki, diperbolehkan menyentuh dan melihat anak kecil wanita yang berumur dua tahun delapan bulan, dan bila berumur empat tahun hanya boleh melihatnya, tapi tidak boleh menyentuhnya.
Syafi’i: Aurat anakl lelaki yang sudah pubertas sama dengan batas aurat oorang yang sudah baligh. Jika sudah pubertas tapi belum bisa membedakan sifatnya, maka tidak ada batas auratnya. Tapi kalau sudah bisa membedakan dengan syahwatnya maka sama dengan baligh. Sedangkan anak wanita yang belum pubertas kalau ia telah punya syahwat, maka ia sama dengan wanita baligh. Bila tidak, haram dilihat farjinya bagi orang yang tidak bertugas mendidiknya.
Imamiyah: Anak lelaki yang mudah mumayyiz () yang sudah dapat membedakan bentuk yang dilihatnya, wajib menutupi auratnya, tapi bila ia belum pandai, ia tidak wajib menutupi auratnya. Ini kalau dikembalikan kepada konteks wajibnya menutupi aurat, sedangkan bolehnya meolihat auratnya, maka Syaikh Ja’far dalam bukunya Al_Ghita menjelaskan : tidak wajib menahan mata untuk melihat aurat orang yang belum berumur lima tahun, tetapi kalau melihatnya dengan syahwat tidak boleh secara mutlak.
6.Suara Wanita
Semua ulama sepakat bahwa suara wanita asing itu bukanlah aurat kecuali dapat membangkitkan kenikmatan atau takut menimbulkan fitnah. Sejarah Rasulullah dan sahabat pun, seringkali kita tahu ada percakapan antara lelaki dan wanita dalam pergaulan/muamalah. Adapun firman Allah SWT: “Janganlah kamu tunduk dalam berbicara…” (QS AL-Ahzab: 32). Jadi pada dasarnya tidak dilarang untuk berbicara, hanya cara bicara dan tunduknya itu yang perlu diperhatikan.
Semua ulama sepakat bahwa suara wanita asing itu bukanlah aurat kecuali dapat membangkitkan kenikmatan atau takut menimbulkan fitnah. Sejarah Rasulullah dan sahabat pun, seringkali kita tahu ada percakapan antara lelaki dan wanita dalam pergaulan/muamalah. Adapun firman Allah SWT: “Janganlah kamu tunduk dalam berbicara…” (QS AL-Ahzab: 32). Jadi pada dasarnya tidak dilarang untuk berbicara, hanya cara bicara dan tunduknya itu yang perlu diperhatikan.
7.Perempuan Tua
Allah SWT berfirman:
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.” (ANNUR : 60)
Ayat diatas menunjukkan bahwa wanita-wanita tua yangtidak berkeinginan untuk kawin lagi karena umurnya sudah tua, maka mereka boleh menampakkan wajah mereka, sebagian rambutnya, lengannya, dan seterusnya yang biasa ditampakkan oleh wanita yang berumur tua.
Yang perlu diketahui, menutup aurat keseluruhan seperti kewajiban pada perempuan muda adalah lebih utama karena untuk menghindari timbulnya fitnah karena wanita sekalipun sudah sangat tua, tetapi ia masih bisa dijadikan sasaran pelampiasan nafsu.
Islam telah memberikan kemudahan bagi wanita-wanita yang berumur tua, dan memperketat bagi perempuan yang masih muda. Tapi pada kenyataannya justru terbalik. Ya Allah…
Allah SWT berfirman:
“Dan perempuan-perempuan tua yang telah terhenti (dari haid dan mengandung) yang tiada ingin kawin (lagi), Tiadalah atas mereka dosa menanggalkan pakaian mereka dengan tidak (bermaksud) Menampakkan perhiasan, dan Berlaku sopan adalah lebih baik bagi mereka. dan Allah Maha mendengar lagi Maha Bijaksana.” (ANNUR : 60)
Ayat diatas menunjukkan bahwa wanita-wanita tua yangtidak berkeinginan untuk kawin lagi karena umurnya sudah tua, maka mereka boleh menampakkan wajah mereka, sebagian rambutnya, lengannya, dan seterusnya yang biasa ditampakkan oleh wanita yang berumur tua.
Yang perlu diketahui, menutup aurat keseluruhan seperti kewajiban pada perempuan muda adalah lebih utama karena untuk menghindari timbulnya fitnah karena wanita sekalipun sudah sangat tua, tetapi ia masih bisa dijadikan sasaran pelampiasan nafsu.
Islam telah memberikan kemudahan bagi wanita-wanita yang berumur tua, dan memperketat bagi perempuan yang masih muda. Tapi pada kenyataannya justru terbalik. Ya Allah…
Wallahu A’lam
Tidak ada komentar:
Posting Komentar