Jumat, 02 Oktober 2009

Biografi Walisongo


Menapaki Silsilah Salafush Soleh Tanah Air
Ingatlah, Sesungguhnya wali-wali Allah itu, tidak ada kekhawatiran terhadap mereka dan tidak (pula) mereka bersedih hati. (Yunus:62)

    Semakin hari semakin sedikit Muslimin di Indonesia yang mau mempelajari sejarah, apalagi sejarah Biografi Para Pendahulu yang telah membantu perjuangan tegaknya Islam yang Suci ke muka bumi. Kita terlalu sering mendengar dan hafal dengan biografi dan kehidupan para artis, musisi, dsb. Tapi kita jarang sekali mengetahui orang yang sangat berjasa sehingga kita bisa lahir sebagai Muslim di Tanah Air kita. Ya, siapa lagi kalau bukan Walisongo.

    "Walisongo" berarti sembilan orang wali
Mereka adalah Maulana Malik Ibrahim, Sunan Ampel, Sunan Giri, Sunan Bonang, Sunan Dradjad, Sunan Kalijaga, Sunan Kudus, Sunan Muria, serta Sunan Gunung Jati. Mereka tidak hidup pada saat yang persis bersamaan. Namun satu sama lain mempunyai keterkaitan erat, bila tidak dalam ikatan darah berarti dalam hubungan guru-murid.
Maulana Malik Ibrahim yang tertua. Sunan Ampel anak Maulana Malik Ibrahim. Sunan Giri adalah keponakan Maulana Malik Ibrahim yang berarti juga sepupu Sunan Ampel. Sunan Bonang dan Sunan Drajad adalah anak Sunan Ampel. Sunan Kalijaga merupakan sahabat sekaligus murid Sunan Bonang. Sunan Muria anak Sunan Kalijaga. Sunan Kudus murid Sunan Kalijaga. Sunan Gunung Jati adalah sahabat para Sunan lain, kecuali Maulana Malik Ibrahim yang lebih dahulu meninggal.
Mereka tinggal di pantai utara Jawa dari awal abad 15 hingga pertengahan abad 16, di tiga wilayah penting. Yakni Surabaya-Gresik-Lamongan di Jawa Timur, Demak-Kudus-Muria di Jawa Tengah, serta Cirebon di Jawa Barat. Mereka adalah para intelektual yang menjadi pembaharu masyarakat pada masanya. Mereka mengenalkan berbagai bentuk peradaban baru: mulai dari kesehatan, bercocok tanam, niaga, kebudayaan dan kesenian, kemasyarakatan hingga pemerintahan.
Pesantren Ampel Denta dan Giri adalah dua institusi pendidikan paling penting di masa itu. Dari Giri, peradaban Islam berkembang ke seluruh wilayah timur Nusantara. Sunan Giri dan Sunan Gunung Jati bukan hanya ulama, namun juga pemimpin pemerintahan. Sunan Giri, Bonang, Kalijaga, dan Kudus adalah kreator karya seni yang pengaruhnya masih terasa hingga sekarang. Sedangkan Sunan Muria adalah pendamping sejati kaum jelata.
Era Walisongo adalah era berakhirnya dominasi Hindu-Budha dalam budaya Nusantara untuk digantikan dengan kebudayaan Islam. Mereka adalah simbol penyebaran Islam di Indonesia. Khususnya di Jawa. Tentu banyak tokoh lain yang juga berperan. Namun peranan mereka yang sangat besar dalam mendirikan Kerajaan Islam di Jawa, juga pengaruhnya terhadap kebudayaan masyarakat secara luas serta dakwah secara langsung, membuat “sembilan wali” ini lebih banyak disebut dibanding yang lain.
Masing-masing tokoh tersebut mempunyai peran yang unik dalam penyebaran Islam. Mulai dari Maulana Malik Ibrahim yang menempatkan diri sebagai “tabib” bagi Kerajaan Hindu Majapahit; Sunan Giri yang disebut para kolonialis sebagai “paus dari Timur” hingga Sunan Kalijaga yang mencipta karya kesenian dengan menggunakan nuansa yang dapat dipahami masyarakat Jawa -yakni nuansa Hindu dan Budha.
Sebenarnya Wali-wali yang berdakwah di Jawa tidak hanya Sembilan orang bahkan masih banyak jika disebutkan satu per satu di sini. Pada intinya, kesembilan Wali inilah yang paling menonjol di antara yang lainnya.
    Awal Masuk Islam ke Indonesia
    “Seminar Masuknya Islam ke Indonesia” yang diselenggarakan pada 17-20 Maret 1963 di Medan menyimpulkan antara lain bahwa Islam telah masuk untuk pertama kalinya ke Indonesia pada abad pertama Hijriah langsung dari negeri Arab dan bahwa daerah pertama yang didatangi ialah pesisir Sumatra, tempat terbentuknya masyarakat Islam serta kerajaan Islam pertama.
Selain itu, dapat disimpulkan bahwa diantara mubaligh-mubaligh Islam yang datang pertama kali terdapat golongan Alawiyin (keturunan Sayidina Hasan dan Sayidina Husein bin Ali bin Abi Thalib kw), baik yang berasal dari makkah & Madinah maupun yang kemudian menetap di Yaman dan sekitarnya. Ada kemungkinan bahwa sebelum sampai ke Indonesia mereka singgah beberapa waktu di Gujarat, pantai barat India sebelum meneruskan perjalanan ke Timur (Indonesia, Malaysia, dan Filipina). Mereka berlayar ke Timur untuk berdakwah sambil berdagang, dan juga menyelamatkan diri dari pemerintahan Bani Umayah atau tidak mau melibatkan diri dalam perang saudara yang terus-menerus berkecamuk.
Dalam perkembangan selanjutnya, kaum Alawiyin dari keturunan Ahmad Al Muhajir bin Isa memegang peranan penting dalam penyebarluasan di daerah-daerah Asia Tenggara termasuk pulau Jawa yang sampai abad XIV M masih di kuasai oleh kerajaan Majapahit yang beragama Hindu.
Terdorong oleh keinginan mencari kehidupan materi yang lebih baik di samping menyebarkan ajaran-ajaran Islam ke seluruh penjuru dunia, banyak dari mereka pergi meninggalkan Hadromaut (yaman), ada yang ke Barat sampai ke Somalia, Jibuti, Eritrea, Madagaskar dan lainnya, dan adapula yang ke timur sampai ke India, Cina, Kampucea Sia, Pilipina, Malaysia, Brunei dan Indonesia.
Di setiap negeri yang dikunjungi, mereka langsung membaur dengan rakyat setempat dan menggunakan nama-nama dan gelar-gelar yang dipakai secara umum. Dengan keluhuran ahlak dan kehidupan bersahaja serta ketaatan kepada agama seperti yang di warisi dari para leluhur, mereka mereka berhasil memikat hati penduduk setempat sehingga dalam waktu yang relatif singkat, Islam telah menyebar dan meluas di berbagi daerah di Asia Tenggara termasuk kepulauan Indonesia. Di antara mereka yang sangat terkenal ialah keturunan Abdul Malik bin Alwy (wafat di Tarim Hadromaut) bin Muhammad (Shohib Mirbath) bin Ali (Kholi’ Qosam) bin Alwy bin Muhammad bin Alwy bin Ubaidillah bin Ahmad Al Muhajir bin Isa Arrumi bin Muhammad Naqib bin Ali Uraidhi bin Ja’far Ashshadiq bin Muhammad Baqir bin Ali Zainal Abidin bin Husein bin Ali bin Abi Thalib kw. (Ayah) dan Sayidatuna FatimatuzZahra (Ibu) binti Rasulillah SAW.
Sayid Abdul Malik tersebut pergi dari Hadromaut dan menetap di India dan anak cucunya membaur dengan penduduk negeri dan menggunakan nama-nama dan gelar-gelar India. Dalam buku nasab kaum Alawiyin, mereka disebut sebagai keluarga Adzamat Khan. Diantara mereka pergi ke Asia Tenggara yang diantara anak cucunya kemudian dikenal di Indonesia sebagai Wali Songo. Jamaluddin Husain al-Akbar adalah orang pertama dari keluarga Adzamat Khan yang datang dan menetap di Indonesia. Ia adalah putra Ahmad Jalal Syah (lahir dan wafat di India) bin Abdullah khan bin Abdul-Malik.
  Lahirnya Para Walisongo
Jamaluddin datang ke Indonesia dengan membawa keluarga dan sanak kerabatnya, lalu meninggalkan salah seorang putranya bernama Ibrahim Zain al-Akbar di Aceh untuk mengajarkan tentang Islam, sedangkan ia sendiri mengunjungi kerajaan Majapahit di Jawa kemudian merantau lagi ke daerah Bugis (Makassar dan Ujung pandang) dan berhasil dalam penyiaran Islam dengan damai sampai ia wafat di daerah Wajo, Makassar. Ia meninggalkan tiga orang putra:
1.Ibrahim Zainuddin al-Akbar (alias Ibrahim Asmoro), wafat di Tuban Jawa Timur dan meninggalkan tiga orang putra yakni: Ali Murtadha, Maulana Ishaq (ayah dari Muhammad Ainul Yakin/Sunan Giri) dan Ahmad Rahmatulloh/Sunan Ampel (ayah dari Ibrohim Sunan Bonang, Hasyim Sunan Drajat, Ahmad Husanuddin Sunan Lamongan, Zainal Abidin Sunan Demak, Ja’far Shodiq Sunan Kudus, dan Pangeran Permadi).
2.Ali Nurul Alam, wafat di Anam (Siam) meninggalkan seorang putra yaitu Abdulloh Khan yang wafat di Kamphuchea. Dua orang putra Abdulloh Khan adalah Babulloh Sultan Ternate dan Syarif Hidayatulloh Sunan Gunung Jati.
3.Zainal Alam Barokat, putra ketiga, wafat di Kampuchea (Kamboja) atau di Cermin, meninggalkan dua orang putra yaitu Ahmad Syah Zainal Alam (Ayah Abdurrahman ArRumi Sunan Mulia) dan Maulana Malik Ibrohim Sunan Gresik.
Sementara itu, Raden Mas Syahid Sunan Kalijaga dan anaknya, Umar Sa’id Sunan Muria bukanlah Habaib (jamak dari Habib) alias Bani Alawiyin (Istilah untuk keturunan Ali dan Fatimatuzzahra dari jalur laki-laki). Sunan Muria adalah anak dari Sunan Kalijaga dengan Dewi Saroh (adik kandung Sunan Giri sekaligus anak Syekh Maulana Ishak).
Perlu diketahui pula, dari para wali itu pula, lahir keturunan yang sering kita dengar misalnya:
  • Dari Sunan Drajad, lahirlah KH. Ahmad Sawahan dan KH. Mas Mansur.
  • Dari Sunan Gunung Jati, diantara keturunannya adalah Raja dan Sultan di Cirebon dan Pangeran Jayakarta. Sementara itu Sultan Hasanudin bin Sunan Gunung Jati sendiri memiliki keturunan dari kerajaan Banten yakni Sultan Ageng Tirtayasa, Pangeran Yunus, Para Kiai dan alim ulama diantaranya: Syekh Nawawi AlBantani, Tubagus Ahmad Bakri Purwakarta, Maulana Mansur, Haji Umar Syaikhan, dll.
  • Dari Sunan Giri, lahirlah keturunan dari Raja-Raja Palembang diantaranya Sultan Badaruddin dan Raja-raja Mataram, juga para Kiai dan alim ulama diantaranya: Kiai Ahmad Dahlan, Syekh Kholil Bangkalan, Kiai Mahfudz Jogja, Kiai Mansur, dll.
  Belajar Dari Walisongo
    Dari rujukan berbagai kitab sejarah yang mu’tabar, dapat kita temukan bahwa para walisongo adalah keturunan sekaligus manhaj Salafus Salih tariqoh Ba’alawi (Alawiyin) yang selalu berpegang teguh pada ajaran para leluhurnya yang secara akidah mereka menganut ajaran Ahlussunnah Wal Jamaah teologi Imam Abul Hasan Al-asy’ari dan Abu Mansur Al-Maturudi dan kebanyakan bermadzhab Syafi’i secara fiqih.
    Jadi, tidak heran bila para Muballigh, alim ulama, Kiai, Habaib, dan Santri di Tanah Air membawa dan mempertahankan ajaran Islam dengan manhaj tersebut hingga kita sebagai masyarakat di Indonesia dapat lahir dengan membawa Syahadat. Alhamdulillah…
    Lalu, apa bentuk terima kasih kita? Tiada lain adalah dengan mengikuti ajaran para walisongo yang telah mengenalkan kita pada Allah dan Rasul-Nya, mendoakan dan menziarahi mereka seperti yang disunahkan Nabi, dan terakhir yaitu ikut membantu perjuangan mereka dalam beramal, beribadah, dan berdakwah dengan penuh percaya diri dengan Niat seperti niatnya Rasulullah SAW. KRK
    Wallahu A’lam
Referensi:
http://www.pesantren.net
http://www.eastjava.com/books/walisongo
http://www.petra.ac.id/eastjava/walisongo/introduction.htm
http://id.wikipedia.org/wiki/Walisongo
http://www.aswaja.net
Buku 17 Habaib Berpengaruh di Indonesia
Galery Swara Muslim

Tidak ada komentar:

Posting Komentar